Rencanapengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) disusun secara partisipatif oleh Lembaga Desa dan dapat meminta fasilitasi kepada pemerintah, pemerintah daerah atau pihak lain. Dalam hal KPH telah terbentuk dan operasional, maka penyusunan RPHD sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) bersama-sama dengan KPH.
kesatuanpengelolaan hutan produksi model sintuwu maroso jl. trans sulawesi no. 2 ranonuncu poso. telp. (0452) 324798 rencana pengelolaan hutan jangka panjang kphp model sintuwu maroso (unit xi) di kabupaten poso pro vinsi sulawesi teng ah disusun oleh : kesatuan pengelolaan hutan produksi model sintuwu maroso (unit xi) poso, 2014
RENCANAPENGELOLAAN HUTAN DESA BENTANG PESISIR DABONG DESA DABONG I. GAMBARAN UMUM A. LOKASI HUTAN DESA 1. Desa : Dabong 2. Luas Desa a. Areal Penggunaan Lain : ± 5.190 hektar b. Hutan Lindung : ± 4.625 hektar c. Hutan Produksi Tetap : - hektar d. Hutan Produksi : - hektar
Vay Tiền Nhanh Ggads. 0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes508 views8 pagesRencana Pengelolaan Hutan DesaDescriptionMembahas tentang rencana pengelolaan desa, definisi, fungsi, macam-macamnya dan aturan terkait. Selain itu juga membahas tentang integrasi dalam perencanaan pembangunan desa, serta metode pe…Full descriptionJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Oleh Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika. Tanggal merah di kalender pada awal Juni ini menjadi momentum pembuktian kami untuk healing sejenak ke Desa Cibunian, Bogor, Jawa Barat. Rencana plesiran kami dari Warung Buncit 37 sudah diagendakan sejak awal Syawal. Setelah ditunda beberapa kali, kami pun beranjak untuk menjenguk dan menikmati apa yang disebut sebagai hutan wakaf. Traveling malam selepas Isya berjalan lancar. Kami sampai di Hutan Wakaf 3 sekitar pukuL WIB. Dua bocah kecil, Muaz dan Fatih, terlelap setelah kecapekan menempuh perjalanan berkisar tiga jam. Lelah kami terbayar selepas menjalankan ibadah shalat Subuh. Matahari terbit dari timur Gunung Salak mewarnai langit menjadi keemasan. Indahnya sun rise membuat kami berdoa agar waktu bisa berhenti sejenak. Kami ingin menikmati sang surya lebih lama. Perjalanan kami pun berlanjut ke Hutan Wakaf 1. Kami menumpang mobil bak kuning untuk sampai ke lokasi. Jembatan yang sedang diperbaiki membuat kami harus menggunakan jasa mobil pick up sewaan. Jalan berbatu yang kami tempuh terbilang menantang. Manuver sopir membuat kami harus enjot-enjotan di belakang. Tentu perjalanan ini tak lepas dari pemandangan ajaib khas pedesaan yakni sawah, sungai dan pegunungan. Di tengah perjalanan, kami menyaksikan beberapa titik cokelat di hulu. Titik-titik tersebut menjadi penanda longsoran tanah di desa yang berstatus zona merah. Bencana tersebut baru terjadi tahun lalu. Pada 22 Juni 2022, longsor besar menimpa Desa Cibunian dan sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB mencatat, tiga korban tewas sedangkan satu lainnya hilang. Salah satu korban merupakan istri dari anggota hutan wakaf yang kebetulan sedang berada di rumah saat bencana terjadi. Ada sebanyak 395 warga harus mengungsi. Tanah longsor disertai banjir itu juga menyebabkan ratusan rumah rusak. Infrastruktur desa seperti jembatan putus sedangkan jalan tertutup. Kecamatan Pamijahan, wilayah administratif dimana Desa Cibunian berlokasi memang termasuk dalam zona merah. Jurnal Geografi Gea Vol 19 Tahun 2019 pernah mencatat kecamatan dengan 15 desa itu memiliki area rawan longsor hingga hektare 76,20 persen. Dari tiga kategori kerawanan, sebagian Desa Cibunian berstatus sangat rawan longsor. Jenis tanah, penggunaan lahan yang didominasi perkebunan, sawah dan permukiman, hingga kondisi lereng yang curam merupakan beberapa faktor rawannya wilayah itu terhadap bencana. Tingginya curah hujan yang rata-rata mencapai 363,166 mm per tahun menjadi faktor tambahan. Tidak heran, jurnal tersebut merekomendasikan adanya penanaman vegetasi keras pohon dengan akar kuat yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah di Pamijahan. Inisiasi hutan wakaf di Cibunian pun bak asam dan garam yang berjumpa di belanga. Muhammad Khalifah Ali, seorang dosen Institut Pertanian Bogor IPB menggagas konsep hutan wakaf sebagai solusi bencana hidrometeorologi yang terus terjadi di Indonesia. Secara sederhana, Khalifah menjelaskan jika hutan wakaf adalah hutan yang dibangun di atas tanah wakaf. Hutan yang sebelumnya dimiliki individu atau lembaga dibeli dengan dana wakaf untuk kemudian diwakafkan. Kepemilikannya berpindah dari milik pribadi wakif menjadi kepunyaan Allah SWT. Aset ini lantas dikelola demi kepentingan mauquf alaih, penerima manfaat atas pengelolaan wakaf. Dalam konteks hutan wakaf, penerima manfaat ini didefinisikan sebagai kepentingan umum. Dalam Buku Pintar Wakaf yang diterbitkan Badan Wakaf Indonesia BWI, wakaf berasal dari kata waqafayaqifu-waqfan, yang berarti berhenti atau menahan. Menurut istilah fikih, wakaf adalah menahan pokok harta benda wakaf dan menyalurkan manfaat atau hasilnya. Di Indonesia, wakaf sudah diatur dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Konsep wakaf diajarkan langsung Rasulullah SAW manakala nabi menjawab pertanyaan Umar bin Khattab mengenai kebunnya di Khaibar, sebuah oase yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Madinah. Dia bertanya kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya daripadanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya?” Rasulullah bersabda, “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaatnya.” Umar pun turut. Hasil kelola kebunnya digunakan untuk menyedekahkan fakir miskin, keluarga, memerdekakan budak, untuk orang yang berjihad di jalan Allah, musafir dan para tamu. Manfaatnya boleh digunakan dengan jalan yang sesuai akan tetapi asetnya tidak boleh berpindah tangan. Setelah diwakafkan, kepemilikan aset tersebut dikembalikan kepada Allah untuk dimanfaatkan bagi umat. Berdasarkan riwayat, banyak sahabat yang mengikuti jejak Umar untuk mewakafkan asetnya setelah Umar berikrar. Masih pada era yang sama, Utsman bin Affan juga mewakafkan sumurnya yang dibeli dari orang Yahudi. Hasil dari sumur tersebut kemudian dikembangkan menjadi kebun kurma. Pengembangan kebun kurma itu bahkan saat ini bisa dilihat dalam wujud hotel Waqf Othman bin Affan di konsep wakaf, Khalifah menggalang dana untuk memperbanyak lahan wakaf yang dijadikan hutan. Dia mengajak partisipasi warga dan stakeholder lainnya seperti pemerintah dan lembaga filantropi untuk mengembangkan hutan wakaf. Hingga kini, ada tiga zona dan lima bidang lahan yang sudah berhasil dibebaskan dan dikelola menjadi hutan. Jika ditotal, luas lima hutan wakaf di Desa Cibunian mencapai sekitar 1 hektare. Di hutan-hutan mini tersebut, Khalifah bersinergi dengan Baznas dan Kementerian Agama Kemenag untuk membuat ekowisata. Wakaf menjadi bagian dari ijtihad anak bangsa untuk melestarikan hutan. Terlebih, data dari Global Forest Watch menunjukkan jika Indonesia telah kehilangan 9,95 juta hektare hutan primer basah dalam kurun waktu 2002 hingga 2021. Dengan berwakaf, kita pun bisa ikut ambil bagian membebaskan lahan untuk dijadikan hutan yang kemudian dikelola sebagai tujuan ekowisata. Agaknya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap 5 Juni ini menjadi pengingat betapa pentingnya membangun hutan yang lebih abadi. Agar bisa dinikmati generasi selanjutnya seperti Muaz dan Fatih. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Rencana Pengelolaan Hutan diartikan sebagai rencana dalam mengelola hutan atau suatu rencana KPH yang di dalamnya termuat berbagai aspek pengelolaan hutan dengan batas waktu yang telah lanjut dikatakan bahwa penyusunan RPH memiliki beberapa landasan yang meliputi aspirasi masyarakat yang berada di sekitar hutan nilai budaya dan kondisi lingkungan, hasil penataan, dan rencana pengelolaan hutan hampir sama dengan unsur-unsur manajemen dan unsur tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta Pengelolaan Hutan dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu RPHJP, RPHJM, dan RPHJPd. RPHJP memiliki batas waktu pengelolaan 10 sampai 20 tahun, RPHJM dengan batas waktu pengelolaan 3 sampai 5 tahun, dan RPHJPd dengan batas waktu 1 juga Pengelolaan HutanUntuk KPH baik KPHP atau KPHL diwajibkan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang yang kemudian diturunkan dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. Kedua jenis dokumen ini merupakan kitab sucinya KPH. A Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang RPHJPRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 10 sampai 20 umum, kegiatan penyusunan RPHJP dilakukan berdasarkan hasil tata hutan dengan acuan rencana kehutanan berskala nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta melibatkan pertimbangan dari masyarakat setempat melalui aspirasi, nilai budaya, dan keadaan penyusunan RPHJP terdiri dari 8 bab dimana di dalamnya disusun oleh subbab-subbab. Pada bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, batasan pengertian, serta landasan pada bab II Deskripsi Wilayah memuat risalah wilayah, potensi wilayah, sumber daya sosial ekonomi dan budaya, pemanfaatan dan penggunaan kawasan, aspek sosial budaya, perspektif tata ruang wilayah KPHP dan pembangunan daerah, serta isu strategis, kendala, dan masalah yang ke III Visi dan Misi Pengelolaan Hutan mencangkup dua bagian yakni visi dan juga misi. Setelah itu, bab IV Analisis dan Proyeksi yang terdiri dari analisis situasi, identifikasi faktor berpengaruh pada tujuan, dan juga proyeksi rencana ke V Rencana Kegiatan disusun dengan pendekatan rencana KPHP, proses rencana pengelolaan KPH, rencana kegiatan pengelolaan KPHP, serta isu pokok pengelolaan KPHP. Bab ke VI selanjutnya memuat Kegiatan Pembinaan, Pengawasan, dan itu, disusul dengan bab VII yang memuat pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang diakhiri dengan bab VIII sebagai penutup yang meliputi bagian kesimpulan dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Menengah RPHJMRPHJP merupakan suatu istilah yang digunakan dalam melakukan perencanaan untuk kegiatan pengelolaan seluruh wilayah hutan yang dikelola oleh suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH dalam jangka waktu 3 sampai 5 yang digunakan pada RPHJM kurang lebih seperti sistematika yang terdapat pada RPHJP. Perbedaan antar keduanya lebih ditekankan pada waktu pengelolaan yang pada RPHJM maksimal nya selama 5 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek RPHJPdRPHJPd merupakan turunan dari apa yang telah dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang. RPHJPd merupakan rencana strategi dan program kerja serta aspek pembiayaan yang akan dilaksanakan secara terukur dan transparan dalam rangka mengelola suatu kawasan hutan dan masyarakatnya untuk jangka waktu tertentu 1 tahun.Kunjungi juga Kegiatan Perencanaan Kehutanan Berdasarkan PP 44 tahun 2004Sistematika penyusunan RPHJPd ini terdiri dari enam Bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari 4 sub bab yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup serta batasan kedua berkaitan dengan deskripsi kawasan yang terdiri dari empat sub bab yaitu letak dan luas wilayah, batas wilayah, kondisi sosial ekonomi dan budaya, serta potensi dan misi kemudian dicantumkan di dalam Bab 3 yang terdiri dari sub bab isu strategis, permasalahan serta visi dan misi. Sementara pada Bab keempat mencantumkan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga bab ini terdiri dari sub bab perencanaan hutan, pemanfaatan hutan, reboisasi dan rehabilitasi, perlindungan dan pengamanan hutan, pemberdayaan masyarakat serta koordinasi. Pada Bab ini paling tidak harus mencantumkan enam atau tujuh program yang kelima adalah Bab pemantauan yang terdiri dari sub bab pembinaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Sistematika ini kemudian akan ditutup dengan Bab 2020. Bahan Kuliah Umum Rencana Pengelolaan Hutan Tingkat Tapak. UPT-KPHP Katingan Hulu Unit XVII. Kalimantan Tengah. Tidak dipublikasikanPenulis Zega Hutan & Helmi Rouli L.
rencana pengelolaan hutan desa